Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini melakukan peninjauan ulang di kilang Pertamina Refinery Unit II yang terletak di Dumai, Riau. Peninjauan ini merupakan langkah awal dalam persiapan penerapan bahan bakar alternatif, yaitu Biodiesel 40% atau yang lebih dikenal dengan B40. Wakil Menteri ESDM, Yuliot, dalam keterangan resmi menjelaskan bahwa Kementerian memperkirakan kebutuhan BBM B40 sebesar 15,6 juta kiloliter per tahun untuk mensukseskan program ini.
Implementasi Program B40
Yuliot menjelaskan, "Kementerian ESDM telah membuat keputusan terkait implementasi program B40 ini." Hal tersebut menunjukkan komitmen pemerintah dalam meningkatkan penggunaan energi terbarukan serta mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar fosil. Dengan pelaksanaan program B40, diharapkan dapat tercipta keberlanjutan dalam penggunaan energi serta mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Kesiapan Industri dan Dampak yang Mungkin Terjadi
Kementerian ESDM, dalam penilaian kesiapan penerapan B40, juga mempertimbangkan industri FAME (Fatty Acid Methyl Ester) yang digunakan sebagai bahan bakar nabati. Yuliot menekankan pentingnya mempersiapkan semua kemungkinan dan industri yang terlibat. "Apakah ada dampak, itu dipersiapkan oleh Pertamina atau Badan usaha BBM yang menjalankan mandatori B40," ujarnya.
Pentingnya Rantai Pasokan dan Bahan Baku
Salah satu hal krusial yang disampaikan Yuliot adalah perlunya perhatian terhadap rantai pasokan dan bahan baku yang digunakan untuk memproduksi biodiesel B40. Dengan adanya program B40, diharapkan ada peningkatan dalam pasokan bahan baku yang dibutuhkan untuk produksi biodiesel, sehingga program ini dapat berjalan lancar.
Dukungan dari Pertamina
PT Pertamina (Persero) berkomitmen mendukung pelaksanaan program B40 melalui pengoperasian dua kilang utama yang telah dipersiapkan. Refinery Unit III di Palembang dan Refinery Unit VII di Papua akan menjadi pusat produksi biodiesel yang mendukung program tersebut. Dengan adanya inisiatif ini, Pertamina berharap dapat mempercepat transisi ke penggunaan energi alternatif dan ramah lingkungan.
Produksi Bioavtur
Tidak hanya B40, Pertamina Patra Niaga juga merancang untuk memproduksi bioavtur, yaitu bahan bakar penerbangan yang berkelanjutan (SAF). Bioavtur ini akan terdiri dari campuran 2,4 persen bahan bakar berbasis sawit dan bahan bakar solar. Langkah ini menunjukkan bahwa Pertamina tidak hanya fokus pada kebutuhan BBM darat tetapi juga penerbangan, menjadikan mereka sebagai pelopor dalam inovasi bahan bakar yang lebih bersih.
Tantangan dan Harapan
Walaupun ada banyak harapan dan potensi positif dari implementasi B40, masih ada beberapa tantangan yang harus dihadapi. Beberapa di antaranya termasuk kesiapan infrastruktur, kestabilan pasokan bahan baku, dan penerimaan masyarakat terhadap perubahan jenis bahan bakar.
Namun, dengan langkah proaktif dari pemerintah dan perusahaan energi seperti Pertamina, diharapkan transisi menuju penggunaan biodiesel dapat berlangsung dengan sukses. Program B40 ini bukan hanya sekedar obligation bagi pemerintah, tetapi juga menjadi sebuah upaya strategis dalam mencapai tujuan energi berkelanjutan untuk Indonesia.